Friday, April 14, 2006

221000 - Chic-Choc

KAMI punya anjing bernama Chic-Choc yang tinggal di Bandung bersama anak saya yang sekolah di sana. Chic-Choc ini anjing biasa-biasa saja tetapi sangat energetik dan nakal. Dalam rumah, dia sering menggigit kaus kaki, sarung bantal. Bahkan sepatu baru anak saya yang datang jauh-jauh sebagai oleh-oleh dari luar negeri, langsung bolong digigit Chic-Choc. Karena barang yang dirusaknya adalah milik kami sendiri, ini tidak terlalu merupakan masalah. Semua maklum, namanya juga anjing, memang suka begitu.

Satu hari saya mendapat laporan telepon dari Bandung bahwa ada masalah dengan tetangga. Berita begini selalu kami tanggapi dengan serius karena bagi kami hubungan baik dengan tetangga adalah nomor satu. Kehidupan bertetangga adalah kekuatan di mana kami berlindung dari segala kekuatiran dan keprihatinan yang kita sedang alami.

Rupanya Chic-Choc yang hiperaktif itu sering membawa sampah dari tempat pengumpulan. Masih dalam kantung plastik, sampah itu dibawanya ke rumah. Karena pintu gerbang kami selalu tertutup, Chic-Choc membawa kantung sampah itu ke pelataran tetangga. Di situ ia bermain dengan kantung sampah itu sampai terobek plastiknya dan sampahnya berceceran. Setelah digelar begitu, jelas sampah itu mengeluarkan bau sangat tidak sedap dan mengundang konvensi kecil lalat yang beterbangan kian-ke mari.

Tetangga kami yang tidak bersalah mendapat gangguan ini berkali-kali. Rumahnya menjadi berbau tidak sedap dan lalat berkeliaran. Kadang-kadang Chic-Choc juga menggali lubang di halaman tetangga dan pernah memecahkan pot bunga. Salut kepada tetangga, ia tidak langsung marah. Setelah mengamati beberapa kali, ia datang ke rumah kami, bukan untuk marah tetapi untuk bicara. Sayang anak saya mahasiswa yang jarang di rumah, jadi dia bicara dengan penjaga rumah tangga kami yang militan. Jawab pembantu kami, "Ah, itu sih biasa, namanya juga anjing." Itu kata-kata yang sering saya ucapkan bila Chic-Choc merusak kaus kaki saya atau sarung bantal kami. Tetapi konteksnya beda sekali. Mendengar itu, tetangga kami ia menyimpulkan, ia tidak bisa berkomunikasi dengan staf kami itu.

ANDAIKATA ini terjadi di Amerika, perkara ini bisa dibawa ke pengadilan. Ada yang namanya Animal Court, yang sering saya tonton di televisi. Pengadilan ini serius, ada hakimnya ada prosedurnya. Kasus yang dibicarakan bermacam-macam melibatkan berbagai binatang. Kadang-kadang ular yang kabur ke rumah orang, burung yang bernyanyi membuat orang tidak bisa tidur, atau transaksi hewan piaraan yang tidak lunas. Jelas kegiatan Chic-Choc merupakan pelanggaran privacy dan kualitas hidup tetangga dengan tanggung jawab penuh pada pihak kami. Rasanya kalau menurut standard Animal Court, kami akan kena denda dan Chic-Choc akan mendapat restraining order, dilarang mendekati rumah tetangga kurang dari 50 meter. Susah juga kalau begitu, karena rumah tetangga dan kami berjarak 0 meter.

Akan tetapi ini Bandung, bukan Amerika. Dan tetangga kami kebetulan orang santun dan lembut, bukan seorang litigator yang keras. Pada waktu dua minggu lalu kami berkunjung ke rumah tetangga itu, kami datang dengan permintaan maaf dan memohon waktu untuk mencari penyelesaian. Ia sangat bersabar, dan bahkan bersimpati dan menyumbangkan pikiran. Tidak langsung bereaksi dengan pernyataan keras atau ultimatum.

Sangat beda, kehidupan bertetangga dan kehidupan publik. Tetangga kami sudah tinggal di rumah itu lama, sejak anak saya berumur tiga tahun. Dia bisa menyimpan kekesalannya dan memberikan lagi kesabaran. Jadinya kami malah semakin gelisah. Langsung Chic-Choc kena cekal, malam harus tidur dalam rumah, walaupun mengundang risiko perusakan dalam rumah.

Kemudian anak saya mencari penyelesaian jangka menengah, dan akhirnya membangun pagar besi tambahan supaya Chic-Choc tidak bisa kabur dari halaman kami. Setelah itu setiap beberapa hari saya terima laporan e-mail. Sampai sekarang sudah hampir dua minggu, Chic-Choc belum membawa sampah lagi ke rumah tetangga. Konflik horisontal terhindari.

DALAM kehidupan publik kalau ada masalah yang ditanggapi ucapan A yang kurang berkenan kepada B, langsung B memberikan reaksi keras, melebar pada soal lain, dan berujung pada penolakan seluruh keberadaan A. Masalah aslinya menjadi terlupakan dan tidak terurus. Dan setiap kali A bicara, B menyerang.

Apa soal kita sebetulnya? Apa maksud omongan yang jadi kontroversi? Dimengerti atau tidak? Apa konteks dan later belakangnya? Apakah ada perbedaan pendapat? Kalau ternyata tidak, kita teruskan kehidupan kita. Kalau ternyata beda, jalankan demokrasi baru kita. Demokrasi dirancang sebagai sistem untuk memanfaatkan perbedaan pendapat. Tanpa perbedaan pendapat tidak ada demokrasi, tanpa demokrasi orang bisa mengeluarkan pendapat. Turunkan suhu dan tingkat kebisingan, bukalah komunikasi. Komunikasi selalu dua arah, mendengar dan menyampaikan, tetapi juga menyaring dan menjernihkan, melihat konteks dan later belakang. Tidak membenarkan yang salah, tetapi meluruskan salah pengertian.

Saya percaya tetangga saya membaca tulisan ini dan menyadari, betapa besar rasa penghargaan kami kepadanya. Dengan sikap yang santun, komunikatif dan rekonsiliatif yang dibawakannya, keadaan terhindar dari kekeruhan. Harmoni kehidupan bertetangga yang telah terbangun sejak anak-anak masih kecil di kota Bandung bisa terus menemani keluarga-keluarga yang tinggal di sana.

Bagi saya, ini kekuatan nyata masyarakat madani (civil society) di Indonesia. Saya percaya akan adanya tradisi komunikasi antara tetangga tanpa menghiraukan (bahkan tanpa mengetahui) perbedaan sikap politik, agama, kelompok. Dan Chic-Choc akan mendapat sanksi, setelah masalahnya diatasi.

Wimar Witoelar - Asal Usul, 22 Oktober 2000

0 Comments:

Post a Comment

<< Home